PEMBUKUAN VS PENCATATAN DALAM AKUNTANSI PERPAJAKAN



PEMBUKUAN VS PENCATATAN



 

Berdasarkan Undang – Undang No16 tahun 2009 :

 

Pasal 28 ayat 1 disebutkan bahwa wajib Pajak orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan Pembukuan.

Pada pasal 28 ayat 2 disebutkan bahwa Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tetapi wajib melakukan Pencatatan, adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan Pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang - Undangan Perpajakan diperbolehkan menghitung Penghasilan Neto (NPPN) dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau Pekerjaan Bebas. 

 

Sedangkan ketentuan mengenai Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan NPPN diatur dalam Pasal 14 ayat UU No 36 tahun 2008 disebutkan bahwa  :Wajib Pajak Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu ) tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (EMPAT MILIAR DELAPAN RATUS JUTA RUPIAH), boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan neto sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dengan syarat memberitahukan kepada direktur jenderal pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan

 

Berdasarkan ketentuan diatas jelas bahwa sesungguhnya baik WPOP (Wajib Pajak Orang Pribadi) maupun WPB (Wajib Pajak Badan) diwajibkan melakukan Pembukuan.

 

Pembukuan merupakan proses pencatatan semua fungsi transaksi perusahaan disertai dengan bukti – bukti yang akurat dan diakhiri dengan pembuatan laporan keuangan. Dari definisi tersebut dapat kita samakan antara pembukuan dengan akuntansi itu sendiri. 

 

Namun bagi WPOP yang peredaran bruto atau penjualan brutonya selama satu tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000 dapat menggunakan pencatatan. 

 

Pencatatan merupakan Proses menghitung Penghasilan Neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. 

 

Penghitungan penghasilan ini biasanya berdasarkan Estimasi atau perkiraan dari wajib pajak sendiri. Hal ini diperbolehkan karena alasan kurangnya pengetahuan mengenai Akuntansi itu sendiri. Sehingga dalam pencatatan tidak didukung oleh bukti bukti yang jelas dan akurat. Namun bagi WPOP yang memilih sendiri untuk menggunakan pembukuan dalam melaporkan kekayaan dan penghasilannya juga diperbolehkan.

 

Ilustrasi:

Misalnya WP Budi adalah pengusaha Toko Kelontong didaerah A. Jika selama setahun diperkirakan Penghasilan Netto pada tahun 2009 sebesar Rp. 100.000.000. jika diasumsikan prosentase NPPN di daerah A adalah 30 % maka besarnya pajak terutang bagi WP Andi adalah Sbb:

Dasar pengenaan pajak   = 30% X Rp. 100.000.000

                                           = Rp.30.000.000

PPH Terutang                   =  5%X Rp. 30.000.000

                                           = Rp. 1.500.000



 

ads

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.